Cari Blog Ini :

Sabtu, 06 Juni 2009

TARIF

Peranan tarif di negara – negara industri telah menurun dalam era modern sekarang ini, tepatnya sejak berakhirnya Perang Dunia II, khususnya untuk sektor manufaktur, karena pemerintah dari berbagai negara kini lebih suka dan terbiasa melindungi industri – industri domestik mereka dengan memberlakukan berbagai macam dan bentuk hambatan nontarif. Tingkat tarif rata-ratanya kurang dari 5 %. Meskipun demikian, pemahaman tentang dampak tarif tetap meruapakan landasan yang amat penting untuk memahami kebijakan – kebiajakan perdagangan pada umumnya yang ada sekarang ini. Apalagi, tarif untuk sektor pertanian masih cukup tinggi, padahal sektor ini juga diproteksi melalui hambatan – hambatan nontarif.

A. Pengertian dan Jenis – Jenis Tarif
Bentuk hambatan perdagangan yang paling penting atau menonjol secara historis adalah tari (tarrif ). Drs. Sabri mengatakan bahwa tarif adalah pajak atau cukai yang dikenakan untuk suatu komoditi yang diperdagangkan lintas batas teritorial. Disini penulis membahas soal tarif secara sederhana. Tarif merupakan bentuk bentuk kebijakan perdagangan yang paling tua dan secara tradisional telah digunakan sebagai sumber penerimaan pemerintah sejak lama. Ditinjau dari aspek asal komoditi, menurut Drs. Sobri ada dua macam tarif, yakni :
1. Tarif Impor
Yakni pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi yang diimpor dari negara lain
2. Tarif ekspor
Yakni yang merupakan pajak untuk suatu komoditi yang akan diekspor.

Sedangkan jika ditinjau dari mekanisme perhitungannya, Dominick Salvatore menyebutkan beberapa jenis tarif, yakni
1. Tarif Spesifik
2. Tarif Ad Valorem
3. Tari Gabungan
Ad. 1 Tarif ad valorem adalah pajak yang dikenakan berdasarkan angka persentase tertentu dari nilai barang – barang yang diimpor misalnya, suatu negara mengenakan tarif 25 % atas nilai atau harga dari setiap unit mobil yang diimpor.
Ad. 2. Tarif spesifik adalah tarif yang dikenakan sebagai beban tetap unit barang yang diimpor, misalnya pungutan 3 dollar untuk setiap barel minyak.
Ad. 3. Tarif Gabungan adalah campuran dari tarif ad valorem dan tarif spesifik.

Disamping mengenakan pungutan dalam jumlah tertentu, tarif campuran ini juga memungut sekian persen lagi.Ssebuah ilustrasi akan memudahkan kita dalam memahami perbedaan – perbedaan di antara ketiga jenis tarif tersebut. Katakanlah sebuah negara mengimpor sepeda dari negara lain yang harganya 100000 rupiah per unit. Jika tarif ad valorem yang dipakai , maka pemerintah dalam hal ini petugas bea cukai, negara pengimpor akan memungut 10% dari harga sepeda, atau 10000 per unit. Jika ada dua unit sepeda yang diimpor, maka perusahaan pengimpor harus menyetor 20000 rupiah kepada pemerintah., demikian seterusnya. Semakin mahal harga sepeda itu, akan semakin banyak pajak yang harus dibayarkan. Jika yang dipakai adalah tarif spesifik, maka dinas bea cukai akan meinta pembayaran sejumlah tertentu, misalnya 10000 rupiah per unit, terlepas dari berapapun harga sepeda itu. Jika harga sepeda itu 50000 rupiah 100000 atau 500000 rupiah, perusahaan tetap menyetor 10000 rupiah per unit. Tetapi jika yang dipakai adalah pajak campuran, maka selain memungut pajak tetap sebesar, misalnya 10000 rupiah, pemerintah negara pengimpor juga memungut sekian persen pajak, misalnya, 5 %, sehingga perusahaan pengimpor harus 15000 rupiah untuk setiap sepeda yang didatangkannya dari negara lain itu. Selama ini, Amerika Serikat mengenakan pajak ad valorem dan atau pajak spesifik dalam frekuensi yang hampir sama. Sedangkan sebagian besar negara Eropa hampir selalu memakai pajak ad valorem.

B. Dampak Pemberlakuan Tarif
Dalam bagian ini, penulis akan menganalisis dampak – dampak perlakuan tarif terhadap produksi, konsumsi, perdagangan dan kesejahteraan di negara yang memberlakukan tarif tersebut, termasuk dampaknya terhadap hubungan perdagangannya dengan negara – negara lain. Analisis tersebut akan dilakukan berdasarkan perspektif keseimbangan parsial, yakni dengan menggunakan kurva – kurva permintaan dan penawaran, untuk selanjutnya beranjak ke analisis yang lebih kompleks dengan menerapkan perspektif keseimbangan umum. Jika memakai perspektif keseimbangan umum itu artinya juga melibatkan sejumlah kurva batas-batas kemungkinan produksi dan kurva indiferen masyarakat di negara pelaku tarif atau kurva – kurva penawarannya. Lalu kapan memakai analisis keseimbangan umum, dan situasi-situasi seperti apa saja yang membuat harus menggunakan analisis kesembangan parsial ? Pada dasarnya, analisis keseimbangan umum harus dipakai kalau kita perlu memperhitungkan bahwa peristiwa- peristiwa yang terjadi di salah satu bagian atau sektor dari perekonomian akan berdampak ke bagian – bagian lainnya dari perekonomian yang bersangkutan. Namun dalam banyak hal ( meskipun tidak selalu demikian ), kebijakan perdagangan untuk satu sektor akan dapat dipahami secara lebih baik tanpa harus memerinci daampak – dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan tersebut terhadap bagian – bagian yang lainnya dari perekonomian yang bersangkutan. Disinilah perlunya memakai kerangka keseimbangan parsial. Namun bagian – bagian lain dari perekonomian akan selalu menjadi latar belakang pembahasan. Seandainya saja dampak – dampak yang ditimbulkan oleh sebuah perdagangan terhadap suatu perekonomian secara keseluruhan memang cukup penting untuk diketahui, maka kita harus berpaling kembali kepada analisis keseimbangan umum. Namun disini penulis hanya akan membahas dari segi analisis keseimbangan parsial.

C. Analisis Keseimbangan Parsial.
Dominick Salvatore berpendapat bahwa analisis keseimbangan parsial merupakan instrumen analitis yang paling sesuai untuk mempelajari kasus peberlakuan tarif oleh sebuah negara kecil. Yang mana, “kecil” disini maksudnya adalah keterbatasan kemampuan negara yang bersangkutan sehingga ia tidak mampu mempengaruhi harga dunia, dan harus menerima harga – harga yang berlaku di pasar internasional sebagaimana adanya, serta keterkaitannya dengan output industri domestiknya yang relatif kecil. Perberlakuan tarif oleh negara tersebut tidak akan mengbah ataupun mempengaruhi harga dunia, karena negera tersebuut kecil maupun harga – harga domestik yang berlaku di setiap negara lain karena industrinya juga kecil.

D. Biaya dan Manfaat Tarif
Dari uraian sebelumnya telah dipaparkan bahwa tarif meningkatkan harga barang di negara pengimpor, sehingga kalangan konsumen di negara pengimpor secara relatif merugi, sedangkan para produsen di negara pengimpor memperoleh keuntungan. Jadi, tarif membawa biaya sekaligus manfaat. Untuk membandingkan biaya dan manfaat ini, perlu menghitungnya secara cermat agar dapat memutuskan apakah tarif itu secara keseluruhan cenderung menguntungkan atau merugikan. Pendekatan yang biasa ditempuh untuk mengukur biaya dan manfaat tarif bergantung pada dua konsep yang lazim digunakan dalam analisis mikro ekonomi, yakni Surplus Konsumen dan Surplus Produsen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar